Respons sejumlah orang tua terkait wacana pemerintah membuka kembali sekolah diselimuti kekhawatiran anak terpapar virus corona (Covid-19).
Para orang tua mengaku mau mengizinkan anak sekolah jika pemerintah memutuskan menerapkan new normal atau kehidupan baru di lingkungan pendidikan.
Lisa (bukan nama sebenarnya), seorang ibu dari dua anak laki-laki berusia 11 tahun dan 4 tahun di Tangerang, Banten, bahkan belum bisa membayangkan harus merelakan anaknya pergi ke sekolah.
“Enggak rela sama sekali. Khawatir pasti dan masih belum rela. Anak kecil, anak SD disuruh pakai masker. Siapa yang tahu tanpa sepengetahuan gurunya, mereka tukar-tukaran masker?” ujarnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (27/5).
Meskipun anaknya yang pertama sudah duduk di bangku kelas 4 SD, ia yakin sang anak belum bisa menerapkan protokol kesehatan tanpa pengawasan.
Ia khawatir dengan banyaknya jumlah murid dalam satu kelas yang tak berbanding lurus dengan jumlah guru, aktivitas siswa akhirnya tak bisa dikontrol.
Lisa bahkan rela membiarkan anaknya yang kedua telat masuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) karena takut pandemi membawa petaka.
Berdasarkan umurnya, sang anak seharusnya mulai PAUD tahun ini.
Jika sekolah harus dibuka kembali, lanjutnya, ia mengatakan pemerintah harus memastikan kegiatan siswa di sekolah terkontrol. Ini termasuk siswa di jenjang pendidikan awal.
Hal serupa diungkapkan Nindi (38), ibu rumah tangga dengan dua anak berusia 10 tahun dan 7 tahun di Bekasi, Jawa Barat.
Anaknya yang pertama duduk di kelas 4 SD dan yang kedua kelas 1 SD.
Meskipun rajin menyampaikan ke kedua anak bahwa pandemi mengharuskan orang memakai masker dan mencuci tangan, ia tak yakin kedua anaknya bisa menjalankan hal tersebut di sekolah.
“Ya ngerti di rumah, tapi kalau sudah masuk sekolah ya namanya anak kecil pasti enggak betah. Mau bercanda sama teman,” ujarnya.
Kendati demikian, ia sendiri mengaku ingin sekolah kembali dibuka. Hal ini karena kedua anaknya terlihat lebih efektif belajar di sekolah.
Namun ia baru bakal mengizinkan kembali sekolah jika situasi corona di lingkungannya mereda. Ia mengingatkan protokol kesehatan di sekolah juga harus diperketat.
“Sekolah atau pemerintah mungkin harus nyediain untuk [rapid] tes. Mau nggak mau lah harus korban uang pemerintah,” tuturnya.
Pihak sekolah, lanjut Nindi, juga harus memantau ketat orang yang keluar-masuk sekolah.
Pantauan tersebut termasuk kepada siswa, pendidik, penjual makanan di kantin sampai tamu.
Henry (41), ayah dari dua anak berusia 14 tahun dan 10 tahun di Tangerang Selatan, Banten, mengatakan penetapan jaga jarak bisa jadi syarat pembukaan sekolah.
Ini untuk menjamin anak-anaknya tak menjadi pembawa virus ke rumah.
“Mungkin kelas yang biasa diisi 30 dibagi dua. 15 anak Senin masuk, 15 anak Selasa masuk. Jadi mereka terbiasa. Lebih muda mengontrol orang yang sedikit daripada banyak,” pungkasnya.
Ia sendiri rajin memantau situs resmi pemerintah terkait informasi corona.
Dia menilai pembukaan sekolah harus diintegrasikan dengan data kasus corona di tiap daerah.
Jika pemerintah memutuskan sekolah dibuka, lanjutnya, harus dipastikan daerah di wilayah tersebut bukan zona merah.
“Jadi aku akan pastikan dulu itu zonanya, karena kenapa? Mungkin buat anak-anak mereka lebih tahan. Tapi ketika pulang ke rumah bisa jadi membahayakan,” ujarnya.
Sedangkan Yani (38), seorang ibu dari anak berusia 14 tahun di Jakarta Selatan meminta sekolah memeriksa betul keadaan kesehatan siswa jika sekolah dibuka.
Ia pun mengaku guru di sekolah anaknya sudah mulai mengutarakan rencana melakukan pengecekan suhu jika new normal diterapkan.
“Harus disediakan alat cek suhu, masker buat cuci tangan mereka masuk. Pemerintah harus siapkan, karena kan sekolah pasti butuh,” tuturya.
Kendati khawatir dengan jumlah siswa di kelas anaknya yang bisa mencapai 36 orang, ia pun sadar virus tak bisa pergi dengan cepat.
Dia sudah menekankan ke anaknya agar menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Asupan gizi dan vitamin untuk anak pun kini jadi prioritas utama.
Diketahui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan wacana pembukaan sekolah kembali pada Juli 2020. Namun ini hanya untuk daerah yang sudah dinyatakan aman.
Mendikbud Nadiem Makarim pun menekankan keputusan ini ada di tangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Pihaknya hanya jadi eksekutor dalam penerapan kebijakan tersebut.
CNNIndonesia.com telah berupaya mengonfirmasi juru bicara pemerintah untuk penanganan covid-19, Achmad Yurianto terkait wacana ini namun belum mendapat jawaban.
Para orang tua mengaku mau mengizinkan anak sekolah jika pemerintah memutuskan menerapkan new normal atau kehidupan baru di lingkungan pendidikan.
Lisa (bukan nama sebenarnya), seorang ibu dari dua anak laki-laki berusia 11 tahun dan 4 tahun di Tangerang, Banten, bahkan belum bisa membayangkan harus merelakan anaknya pergi ke sekolah.
“Enggak rela sama sekali. Khawatir pasti dan masih belum rela. Anak kecil, anak SD disuruh pakai masker. Siapa yang tahu tanpa sepengetahuan gurunya, mereka tukar-tukaran masker?” ujarnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (27/5).
Meskipun anaknya yang pertama sudah duduk di bangku kelas 4 SD, ia yakin sang anak belum bisa menerapkan protokol kesehatan tanpa pengawasan.
Ia khawatir dengan banyaknya jumlah murid dalam satu kelas yang tak berbanding lurus dengan jumlah guru, aktivitas siswa akhirnya tak bisa dikontrol.
Lisa bahkan rela membiarkan anaknya yang kedua telat masuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) karena takut pandemi membawa petaka.
Berdasarkan umurnya, sang anak seharusnya mulai PAUD tahun ini.
Jika sekolah harus dibuka kembali, lanjutnya, ia mengatakan pemerintah harus memastikan kegiatan siswa di sekolah terkontrol. Ini termasuk siswa di jenjang pendidikan awal.
Hal serupa diungkapkan Nindi (38), ibu rumah tangga dengan dua anak berusia 10 tahun dan 7 tahun di Bekasi, Jawa Barat.
Anaknya yang pertama duduk di kelas 4 SD dan yang kedua kelas 1 SD.
Meskipun rajin menyampaikan ke kedua anak bahwa pandemi mengharuskan orang memakai masker dan mencuci tangan, ia tak yakin kedua anaknya bisa menjalankan hal tersebut di sekolah.
“Ya ngerti di rumah, tapi kalau sudah masuk sekolah ya namanya anak kecil pasti enggak betah. Mau bercanda sama teman,” ujarnya.
Kendati demikian, ia sendiri mengaku ingin sekolah kembali dibuka. Hal ini karena kedua anaknya terlihat lebih efektif belajar di sekolah.
Namun ia baru bakal mengizinkan kembali sekolah jika situasi corona di lingkungannya mereda. Ia mengingatkan protokol kesehatan di sekolah juga harus diperketat.
“Sekolah atau pemerintah mungkin harus nyediain untuk [rapid] tes. Mau nggak mau lah harus korban uang pemerintah,” tuturnya.
Pihak sekolah, lanjut Nindi, juga harus memantau ketat orang yang keluar-masuk sekolah.
Pantauan tersebut termasuk kepada siswa, pendidik, penjual makanan di kantin sampai tamu.
Henry (41), ayah dari dua anak berusia 14 tahun dan 10 tahun di Tangerang Selatan, Banten, mengatakan penetapan jaga jarak bisa jadi syarat pembukaan sekolah.
Ini untuk menjamin anak-anaknya tak menjadi pembawa virus ke rumah.
“Mungkin kelas yang biasa diisi 30 dibagi dua. 15 anak Senin masuk, 15 anak Selasa masuk. Jadi mereka terbiasa. Lebih muda mengontrol orang yang sedikit daripada banyak,” pungkasnya.
Ia sendiri rajin memantau situs resmi pemerintah terkait informasi corona.
Dia menilai pembukaan sekolah harus diintegrasikan dengan data kasus corona di tiap daerah.
Jika pemerintah memutuskan sekolah dibuka, lanjutnya, harus dipastikan daerah di wilayah tersebut bukan zona merah.
“Jadi aku akan pastikan dulu itu zonanya, karena kenapa? Mungkin buat anak-anak mereka lebih tahan. Tapi ketika pulang ke rumah bisa jadi membahayakan,” ujarnya.
Sedangkan Yani (38), seorang ibu dari anak berusia 14 tahun di Jakarta Selatan meminta sekolah memeriksa betul keadaan kesehatan siswa jika sekolah dibuka.
Ia pun mengaku guru di sekolah anaknya sudah mulai mengutarakan rencana melakukan pengecekan suhu jika new normal diterapkan.
“Harus disediakan alat cek suhu, masker buat cuci tangan mereka masuk. Pemerintah harus siapkan, karena kan sekolah pasti butuh,” tuturya.
Kendati khawatir dengan jumlah siswa di kelas anaknya yang bisa mencapai 36 orang, ia pun sadar virus tak bisa pergi dengan cepat.
Dia sudah menekankan ke anaknya agar menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Asupan gizi dan vitamin untuk anak pun kini jadi prioritas utama.
Diketahui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan wacana pembukaan sekolah kembali pada Juli 2020. Namun ini hanya untuk daerah yang sudah dinyatakan aman.
Mendikbud Nadiem Makarim pun menekankan keputusan ini ada di tangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Pihaknya hanya jadi eksekutor dalam penerapan kebijakan tersebut.
CNNIndonesia.com telah berupaya mengonfirmasi juru bicara pemerintah untuk penanganan covid-19, Achmad Yurianto terkait wacana ini namun belum mendapat jawaban.
Previous
Posting Lebih BaruNext
Posting Lama
Posted by Mei 28, 2020 and have
0
komentar
, Published at